Being Adolescence, Naive, Ignorant, and Fool
It’s fine to just ‘live in the now’. But the best part about ‘now’ is there’s another one tomorrow. And I’m gonna start making them count - Sutter Keely
Salah satu hal yang tidak pernah akan saya sesali adalah momen ketika saya mencoba untuk menonton ulang film ini sekali lagi. Setelah 5 tahun berlalu, akhirnya saya berhasil rewatch film ini dengan sudut pandang yang berbeda, sudut yang kian matang adanya.
The Spectacular Now (2013) merupakan salah satu film coming-of-age kedua terbaik yang diproduksi oleh Amerika setelah film The Perks of Being a Wallflower (2012) dalam sudut pandang saya. The Spectacular Now disutradarai oleh James Ponsoldt. Ditayangkan pertama kali pada acara Sundance Film Festival tepatnya di tanggal 18 Januari 2013 dan secara resmi rilis pada tanggal 2 Agustus 2013 di Amerika Serikat.
Diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama, The Spectacular Now buah karya Tim Tharp ini berhasil membuat saya menyadari akan betapa tersiksanya berada di masa-masa penjajakan seorang remaja ke masa dewasa awal. Pertama kali menonton film ini pada tahun 2014, di usia saya yang ke-18 dimana saat itu saya tidak tahu menahu tentang cara kerja dunia yang kejam ini. Being an adolescence, pathetic, naive, and stupid is just make me doesn’t understand what this movie wants to tell to. Setelah selesai menonton, saya hanya bisa berucap bahwa film ini standar banget, tidak ada sisi manapun yang berhasil menarik saya untuk memberi kesan yang fantastis alias “b aja” atau biasa saja, maklum saja waktu itu saya hanya ingin melihat akting dari Shailene Woodley di film ini, tanpa ingin berfokus pada alur ceritanya sendiri. Padahal ketika berhasil menilik kembali film ini dari sisi “usia 24″ dengan pemikiran yang cukup matang, film ini seharusnya menjadi turn point saya ketika 5 tahun silang. Namun naas, menjadi seorang remaja 18 tahun yang sedang berproses ke tahap dewasa awal tidak membuat saya paham lebih awal ketika berhasil menyelesaikan film ini pertama kalinya, yang ada hanya sebatas menonton tanpa mengetahui makna apa yang terkandung di dalamnya.
Dikisahkan seorang remaja usia 18 tahun, Sutter Kelly (Miles Teller) hidup di masa “sekarang”, dimana semua hal di sekelilingnya membuat dia berada di posisi “sangat nyaman”. Menjadi pelajar menengah ke atas, tampang yang menawan, pacar yang cantik, pergaulan yang luas, maniak pesta, pekerjaan yang mengasyikkan, akan tetapi dibalik itu semua, Sutter tidak mempunyai rencana untuk masa depannya. Cassidy (Brie Larson) melihat hal itu sebagai masalah sehingga ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Sutter. Berakhirlah Sutter di tengah kegalauan masa mudanya, dalam pencarian jati diri, akhirnya Sutter bertemu dengan seorang gadis yang biasa saja, tidak populer apalagi menawan layaknya Cassidy. Aimee Finicky (Shailene Woodley) menemukan Sutter tergeletak di pekarangan rumah orang lain di pagi buta ketika Aimee sedang membantu ibunya untuk melakukan pekerjaan melempar koran ke rumah-rumah tetangga sekitar yang berlangganan koran setiap harinya. Saat itu Sutter sedang teler akibat pesta semalam diakibatkan oleh kegalauan yang memuncak akibat mengetahui Cassidy sedang berkencan dengan orang lain yang lebih popular dari dirinya. Berakhirlah Sutter dengan mabuk-mabukkan serta berkendara dalam posisi sedang teler, sehingga tanpa disadari Sutter tertidur pulas di tengah pekarangan rumah orang lain. Di sanalah Aimee melihat Sutter, mencoba untuk memeriksa apakah orang yang ditemuinya itu masih bernyawa, ataukah tidak. Setelah sadar, Sutter mengajak berkenalan gadis yang ditemuinya itu, lalu disapa hangat oleh Aimee. Pagi itu pun berakhir dengan perbincangan hangat serta bantuan Sutter untuk membantu Aimee melemparkan koran ke rumah-rumah yang berlangganan.
Sutter adalah gambaran dari kita, para remaja yang tidak tahu-menahu tentang “masa depan” dan hanya ingin menghabiskan waktu di “masa sekarang” dengan senang-senang dengan kecenderungan untuk melupakan rasa sedih, bahkan kemungkinan menganggapnya tak pernah ada atau sikap ini sering disebut dengan hedonisme. Sutter merupakan karakter yang mewakili beberapa anak muda yang tidak memiliki arah dan gambaran yang tepat mengenai rancangan masa depan, dimana kebanyakan orang-orang seperti ini akan terus berada dan bertahan di zona nyamannya saja. Sutter adalah representasi dari orang-orang yang tidak menghabiskan masa mudanya untuk mengejar impian, namun hanya untuk kesenangan yang bersifat semu. Pengambaran seorang Sutter menurut saya adalah salah satu contoh krisisnya anak muda jaman sekarang. Seperti yang kita ketahui, Sutter adalah seseorang yang sangat egois terhadap diri sendiri. Dia rela berkorban untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehilangan figur ayah di kehidupan Sutter membuat dia bingung akan identitas dirinya sebagai seorang “pria”. Sutter hanya dibesarkan oleh seorang Ibu yang bekerja sebagai perawat. Sosok Ibu merupakan sosok yang krusial sekali dimana Ibu yang bekerja hanya akan menyisakan sedikit waktu untuk anak-anaknya dikarenakan peran ganda yang dijalaninya. Sutter adalah karakter yang mengalami krisis identitas, hilang arah, dan tidak punya tujuan hidup, hal ini tergambar dari cara dia menghabiskan malam dengan pesta dan minuman keras.
Menjadi ignorant tidak membuatmu terlihat keren. Tentunya saya sadar betul saat ini ialah era kemanusiaan yang benar-benar beradab akan selalu tersiar di-timeline twitter kita semua. Manusia adalah manusia, tidak untuk dibiadabkan, hewan pun demikian. Siapa saja yang melayangkan siksaan kepada manusia, maupun hewan —terutama kucing dan anjing akan dihujat habis-habisan oleh netizen yang menyayangkan akan kejadian tersebut. Lalu akankah kita menjadi diam atas hal tersebut? Atau akankah kita melayangkan cacian juga kepada orang biadab tersebut? Tentunya Sutter tidak pernah peduli pada masa depannya, tidak peduli pula pada cewek yang sedang ia kencani, Aimee. Aimee adalah gambaran perempuan naif, lugu, serta polos yang tidak mengerti akan perihal percintaan. Semuanya apabila dikaitkan dengan cinta, ia menjadi buta dan tidak dapat melihat sisi terangnya. Cinta akan membuat orang gampang menjadi naif dan tidak menyadari betul apa yang sebenarnya hendak mereka lakukan. Karakter Aimee sendiri pada film ini digambarkan sebagai karakter yang tidak pernah pacaran atau bahkan berkencan dengan lawan jenis sebelumnya. Aimee tentunya adalah gambaran dari para remaja yang mendambakan kehadiran kekasih hati. Setelah datang Sutter, hidup Aimee berubah 365°, yang tadinya ia digambarkan sebagai remaja yang menuruti perintah orang tua, berubah menjadi pemberontak, dan hal lain-lainnya yang sering kali kita temui di kehidupan masyarakat saat ini. Saya kira kebanyakan dari remaja milenial sekarang tidak suka dikekang, apa lagi diatur perihal masa depan mereka. Aimee adalah representasi dari remaja-remaja tersebut. Sutter berhasil mendobrak keberanian Aimee untuk benar-benar dapat menghadapi dunianya sendiri.
Sebenarnya, banyak hal dari film ini yang membuat saya tertarik sekali. Entah perihal masalah Sutter dengan Cassidy, Sutter dengan keluarganya, Aimee dengan keluarganya, dan pula masalah Sutter dengan Aimee, namun yang menjadi titik fokus saya pada film ini sendiri adalah pencarian jati diri dari seorang remaja akhir. Awal mula kita disibukkan dengan keengganan Sutter untuk memikirkan masa depannya, tapi ditutup dengan ending berkualitas yang membuahkan titik terang bagi Sutter. Ternyata hal yang dicari Sutter adalah motivasi, ya benar motivasi adalah hal yang patut untuk diperhitungkan untuk menemukan jati diri kita. Rasa sakit juga akhirnya membuat Sutter yakin untuk menerima keadaan bahwa segalanya tidak sama seperti waktu ia menjadi anak-anak hingga remaja. Saya sangat puas sekali dengan character development dari seorang Sutter yang melepas segala hal kemudian mencarinya kembali dengan harapan yang berbeda dari segala keputusasaan menjadi sebuah harapan baru. Jati diri nyatanya tidak dicari, namun diciptakan. Jati diri tidak datang dengan hanya berdiam diri di kamar, mendengar musik dan menonton film berjam-jam, baring-baringan, atau doing nothing for nothing. Jati diri akan ditemukan apabila kalian keluar dari kamar (baca: zona nyaman), mencoba hal-hal yang belum pernah dicoba, mencari tahu sebenarnya apakah ada hal lain yang dapat kita explore mengenai diri kita sendiri. Menjadi tidak takut untuk melakukan apapun, itulah tugas dari seorang remaja akhir, explore!
Selepas menonton ini, saya merasa begitu lambat menyadari bahwa film ini benar-benar sangat related sekali di kehidupan anak muda jaman sekarang terutama di kehidupan saya sendiri. Film ini sendiri sangat saya rekomendasikan buat siapa saja yang ingin menontonnya, entah buat kalian yang telah menemukan jati diri maupun yang belum. Bagi yang telah menemukan, mungkin bisa sedikit menilik kembali proses pencarian jati diri sambil sedikit demi sedikit bernostalgia perihal masa-masa remaja. Bagi yang sedang mencari, selamat, film ini bisa menjadi referensi anda dalam proses pencarian “siapa sesungguhnya diri kalian”.
0 comments